Minggu, 16 Desember 2012

b. CSR Disclosure



CSR  Disclosure adalah  pengungkapan  informasi  yang  berkaitan  dengan
lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan.  Untuk mengukur CSR disclosure ini
digunakan  CSR  index  yang  merupakan  luas  pengungkapan  relatif  setiap  perusahaan
sample atas pengungkapan sosial yang dilakukannya (Zuhroh dan Sukmawati, 2003),
dimana instrumen pengukuran dalam checklist yang akan digunakan dalam penelitian ini
mengacu  pada instrumen  yang  digunakan  Sembiring  (2005),  yang  mengelompokkan
informasi  CSR  ke  dalam  7  kategori  yakni  :   lingkungan,  energi,  kesehatan  dan
keselamatan tenaga kerja, lain - lain tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat, dan
umum. Kategori ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Hackston dan Milne
(1996). Ke tujuh kategori tersebut terbagi dalam 90  item  pengungkapan., Berdasarkan
peraturan Bapepam No. VIII.G.2 tentang laporan tahunan dan kesesuaian item tersebut
untuk diaplikasikan di Indonesia maka dilakukan penyesuaian (Sembiring, 2005) hingga
tersisa 78 item pengungkapan. Tujuh puluh delapan item tersebut kemudian disesuaikan
kembali  dengan masing  – masing  sektor  industri sehingga item pengungkapan  yang
diharapkan dari setiap sektor berbeda – beda. Total item CSR berkisar antara 63 sampai
78, tergantung dari jenis industri perusahaan.
Pendekatan  untuk menghitung  CSRI pada dasarnya  menggunakan  pendekatan
dikotomi  yaitu  setiap  item  CSR  dalam  instrumen  penelitian  diberi  nilai  1  jika
diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan (Haniffa et al, 2005 dalam Sayekti dan
Wondabio, 2007). Selanjutnya,  skor dari setiap  item  dijumlahkan untuk memperoleh
keseluruhan  skor  untuk  setiap  perusahaan.  Rumus  perhitungan  CSRI adalah  sebagai
berikut: (Haniffa et al, 2005 dalam Sayekti dan Wondabio, 2007) 
ΣXij
CSRIj = 
nj 
9Keterangan: 
CSRIj : Corporate Social Responsibility Disclosure Index perusahaan j 
nj : jumlah item untuk perusahaan j, nj ≤ 78 
Xij : dummy variabel: 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan
Dengan demikian, 0 ≤ CSRIj ≤ 1
c. Kinerja Finansial
Kinerja finansial ini merupakan kinerja perusahaan – perusahaan secara relatif
dalam  suatu  industri  yang  sama  yang  ditandai  dengan  return  tahunan  industri  yang
bersangkutan.  Kinerja finansial perusahaan diukur dengan menghitung return tahunan
perusahaan untuk kemudian dibandingkan dengan return tahunan industri manufaktur.
Return tahunan perusahaan diukur dengan membagi median harga saham perusahaan
pada tahun tersebut setelah dikurangi dengan dividen dengan harga saham di awal tahun
kemudian dikurangkan dengan median return industri manufaktur pada tahun tersebut.
Menurut Al – Tuwajiri, et al. (2004) kinerja finansial dinyatakan  dalam skala yang
dihitung : 
       (P1 – P0) + Div          – MeRI
                    Po
Dimana : P1 = harga saham akhir tahun
P0 = harga saham awal tahun
Div = pembagian dividen
MeRI = median return industri
Return industri diukur dari indeks industri yang diperoleh dari laporan
Indonesia Stock Exchange (IDX)

Tingkat  CSR  disclosure  score ini  bervariasi  pada  masing  –  masing  perusahaan,
namun demikian, meski perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik memiliki tingkat
CSR  disclosure score yang  lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan dengan kinerja
lingkungan  yang  buruk,  tingkat  CSR  disclosure  score tersebut  tergolong  rendah  bila
dibandingkan dengan jumlah item keseluruhan yang seharusnya diungkapkan. Perusahaan
dengan tingkat CSR  disclosure score tertinggi saja hanya mengungkapkan 42 item yang
tentunya masih jauh dibawah standar bila dibandingkan dengan 78 item yang seharusnya
diungkapkan. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kesadaran perusahaan – perusahaan
publik  di Indonesia saat ini baru  sampai  pada batas  memenuhi  kewajiban  yang  bersifat
mandatory, dalam artian perusahaan – perusahaan tersebut baru mengimplementasikan CSR
pada kategori  social obligation,  yakni implementasi CSR hanya sekedar untuk memenuhi
persyaratan minimal yang ditentukan oleh pemerintah dan ada kesan terpaksa (Susanto, 2003
dalam Wibisono, 2007: 52-53). Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat banyaknya
manfaat  yang  dapat  diambil  dari  praktik  dan  pengungkapan  CSR  apabila  dipraktekkan
dengan sungguh-sungguh, diantaranya dapat mempererat komunikasi dengan  stakeholders,
meluruskan visi, misi, dan prinsip perusahaan terkait dengan praktik dan aktivitas bisnis
internal  perusahaan,  mendorong  perbaikan  perusahaan  secara  berkesinambungan,  sebagai
wujud manajemen  risiko dan untuk  melindungi  reputasi,  serta untuk meraih  competitive
advantage dalam hal modal, tenaga kerja, supplier, dan pangsa pasar (Darwin, 2004: 262). 
4.4. Pengaruh Kinerja Lingkungan Terhadap Kinerja Finansial 
Dari hasil analisis kedua yang menggunakan regresi linier berganda dengan kinerja
lingkungan sebagai variabel independen menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan
terhadap variabel kinerja finansial. Hal ini dapat dilihat dari taraf signifikasi yang berada
diatas 0,05 yakni sebesar 0,655 yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan.
Hasil  pengujian  yang  didapatkan  oleh  peneliti  atas  hipotesis  kedua  dengan  sampel  16
13perusahaan manufaktur tidak mendukung temuan peneliti terdahulu seperti Li, et al. (1997),
Al–Tuwajiri,  et al. (2004) dan Suratno dkk. (2006) yang menemukan hasil pengaruh yang
signifikan  antara  kinerja  lingkungan  dengan  kinerja  finansial.  Namun  hasil  yang  telah
diperoleh peneliti tersebut menunjukkan konsistensi dengan temuan Rockness, et al. (1986)
yang menguji hubungan antara dua variabel limbah beresiko dalam industri bahan kimia
dengan  12  indikator  keuangan  dan  gagal mendokumentasikan  hubungan  yang  signifikan
secara statistik, juga penelitian Sarumpaet (2005) serta Almilia dan Wijayanto (2007) yang
menemukan hubungan yang tidak signifikan antara kinerja lingkungan dan kinerja finansial
perusahaan  industri  pertambangan  umum  dan  pemegang  HPH/HPHTI.  Hasil  regresi
penelitian ini bisa dilihat di lampiran 7.
Perilaku  variabel  kinerja  lingkungan  pada  perusahaan  manufaktur  tersebut  tidak
sejalan dengan prediksi menurut teoritis. Variabel kinerja lingkungan ternyata bukanlah salah
satu faktor yang menentukan fluktuasi harga saham dan besarnya dividen yang dibagikan
pada suatu periode. Sebagai contoh pada tahun 2004 perusahaan Unilever dan Indocement
Tunggal Prakasa yang memiliki peringkat PROPER hijau mempunyai kinerja finansial yang
negatif, namun sebaliknya PT Citra Tubindo ditahun 2006 yang memiliki peringkat PROPER
merah mempunyai  kinerja finansial positif yang menunjukkan adanya respon positif dari
pelaku pasar modal.  Hal ini diduga karena kondisi yang terjadi di Indonesia sangat berbeda
dengan  yang  terjadi  di  beberapa  negara  lain  terutama  di  negara  barat  berkaitan  dengan
perilaku para pelaku di pasar modal Indonesia. Banyak variabel lain yang tidak diteliti yang
mempengaruhi keputusan investor dalam menentukan portofolio investasi pada perusahaan
manufaktur, misalnya : rasio keuangan, ukuran perusahaan dan kategori investasi apakah
perusahaan merupakan penanaman modal dalam negri (PMDN) ataukah penanaman modal
asing (PMA).
4.5. Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Kinerja Finansial
14Dari hasil analisis untuk hipotesis ketiga dengan variabel CSR  Disclosure sebagai
variabel independen yang ditampilkan di lampiran 7 menunjukkan tidak ada pengaruh yang
signifikan terhadap variabel kinerja finansial.  Hal ini dapat dilihat dari taraf signifikasi yang
berada  diatas  0,05  yakni  sebesar  0,07  yang  menunjukkan  tidak  adanya  hubungan  yang
signifikan variabel tersebut. Hasil pengujian yang  didapatkan  oleh peneliti atas hipotesis
ketiga dengan sampel 16 perusahaan manufaktur tersebut menunjukkan konsistensi dengan
temuan Sarumpaet (2005) serta Almilia dan Wijayanto (2007) yang menemukan hubungan
yang  tidak  signifikan  antara  pengungkapan  lingkungan  dan  kinerja  finansial  perusahaan
industri pertambangan umum dan pemegang HPH/HPHTI. 
Variabel  CSR  disclosure secara  parsial  ternyata  bukanlah  salah  satu  faktor  yang
menentukan fluktuasi harga saham dan besarnya dividen yang dibagikan pada suatu periode.
Sebagai contoh pada tahun 2004 perusahaan Unilever dan Indocement Tunggal Prakasa yang
memiliki  peringkat  PROPER  hijau,  serta  CSR  disclosure indeks  yang  cukup  tinggi
mempunyai kinerja finansial yang negatif, namun sebaliknya PT Citra Tubindo ditahun 2006
yang memiliki peringkat PROPER merah serta CSR disclosure indeks yang jauh lebih kecil
mempunyai kinerja finansial positif yang menunjukkan adanya respon positif dari pelaku
pasar modal.  Hal ini diduga karena kondisi yang terjadi di Indonesia sangat berbeda dengan
yang terjadi di beberapa negara lain terutama di negara barat berkaitan dengan perilaku para
pelaku di pasar modal Indonesia, masih adanya paham Milton Fredman (Deegan, 2002 dalam
Chambers dkk, 2004) yang beranggapan bahwa pelaksanaan CSR tidak sesuai dengan nature
of  business dimana  tujuan  perusahaan  adalah  untuk  memaksimalkan  keuntungan  bagi
pemegang saham bukan bagi masyarakat secara keseluruhan juga dapat menjadi salah satu
penyebab hal tersebut.
Berdasarkan  hasil  analisis  terbukti  bahwa  masing  –  masing  variabel  kinerja
lingkungan  dan  CSR  disclosure secara  parsial  tidak  memiliki  pengaruh  yang  signifikan
15terhadap  kinerja  finansial  perusahaan,  namun  untuk  hasil  uji  signifikan  secara  simultan
keduanya memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap variabel kinerja finansial. Hal
ini dapat terlihat dari taraf signifikasi uji simultan F memiliki nilai lebih kecil dari 0,05 yakni
0,030. Dapat disimpulkan variabel kinerja lingkungan dan CSR disclosure secara bersama –
sama (simultan) memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja finansial. Kedua
variabel tersebut saling menguatkan satu sama lain sehingga berdampak pada pengaruh yang
signifikan. Hal ini diduga karena perilaku para pelaku modal di Indonesia yang sangat berhati
– hati dalam menentukan keputusan investasinya sehingga variabel kinerja lingkungan saja
ataupun CSR disclosure saja yang berdiri sendiri tidak  memiliki pengaruh yang besar namun
secara  bersama  –  sama  keduanya  berpengaruh  signifikan  pada  keputusan  investor  yang
mengacu pada kinerja finansial perusahaan. 
Berdasarkan  dari  hasil  pengolahan  data,  didapatkan  nilai  koefisien  beta  kinerja
lingkungan terhadap CSR disclosure memiliki nilai sebesar 0.617, dan bila dikalikan dengan
koefisien beta CSR disclosure terhadap kinerja finansial yang memiliki nilai sebesar 0.329
akan menghasilkan nilai sebesar 0.203. Koefisien tersebut lebih besar bila dibanding dengan
nilai koefisien beta kinerja lingkungan terhadap kinerja finansial yakni sebesar 0.080. Hal ini
menunjukkan kinerja lingkungan tidak hanya dapat berpengaruh secara langsung terhadap
kinerja finansial, tetapi juga secara tidak langsung melalui CSR disclosure sebagai variabel
intervening. Variabel intervening merupakan variabel antara atau mediating yang berfungsi
memediasi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen (Ghozali, 2006 :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar