Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan banyak
keuntungan bagi masyarakat, di mana menurut pendekatan teori akuntansi tradisional,
perusahaan harus memaksimalkan labanya agar dapat memberikan sumbangan yang
maksimum kepada masyarakat. Namun seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat
semakin menyadari adanya dampak-dampak sosial yang ditimbulkan oleh perusahaan dalam
menjalankan operasinya untuk mencapai laba yang maksimal, yang semakin besar dan
semakin sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu, masyarakat pun menuntut agar perusahaan
senantiasa memperhatikan dampak-dampak sosial yang ditimbulkannya dan berupaya
mengatasinya.
Atas tuntutan – tuntutan tersebut kemudian muncul konsep akuntansi yang baru
menggantikan konsep akuntansi tradisional dimana dalam akuntansi tradisional pusat
perhatian perusahaan hanya terbatas kepada stockholders dan bondholders, yang secara
langsung memberikan kontribusinya bagi perusahaan, sedangkan pihak lain sering diabaikan.
Corporate Social Responsibility sebagai konsep akuntansi yang baru adalah transparansi
pengungkapan sosial atas kegiatan atau aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan,
dimana transparansi informasi yang diungkapkan tidak hanya informasi keuangan
perusahaan, tetapi perusahaan juga diharapkan mengungkapkan informasi mengenai dampak
sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan aktivitas perusahaan.
Di Indonesia sendiri kelestarian lingkungan sudah menjadi kebijakan pemerintah pada
setiap periode. Pada Pelita ketujuh melalui TAP MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN,
dinyatakan “Kebijakan sektor Lingkungan Hidup, antara lain, megenai pembangunan
lingkungan hidup diarahkan agar lingkungan hidup tetap berfungsi sebagai pendukung dan
penyangga ekosistem kehidupan dan terwujudnya keseimbangan, keselarasan dan keserasian
yang dinamis antara sistem ekologi, sosial ekonomi, dan sosial budaya agar dapat menjamin
2pembangunan nasional yang berkelanjutan” ( GBHN, 1998 ). Begitu juga Undang Undang
Republik Indonesia No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 5
menyatakan 1) setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat, 2) setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan
dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup, 3) setiap orang mempunyai hak untuk
berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang –
undangan yang berlaku.
Sejak tahun 2002 KLH (Kementrian Lingkungan Hidup) mengadakan PROPER (Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) di bidang
pengendalian dampak lingkungan untuk meningkatkan peran perusahaan dalam program
pelestarian lingkungan hidup,. Melalui PROPER, kinerja lingkungan perusahaan diukur
dengan menggunakan warna, mulai dari yang terbaik emas, hijau, biru, merah, hingga yang
terburuk hitam untuk kemudian diumumkan secara rutin kepada masyarakat agar masyarakat
dapat mengetahui tingkat penataan pengelolaan lingkungan pada perusahaan dengan hanya
melihat warna yang ada.
Hasil dari diberlakukannya peraturan – peraturan pemerintah tersebut sampai saat ini
pelaksanaannya masih jauh dari harapan, terbukti dari masih banyaknya perusahaan di
Indonesia yang tergabung dalam PROPER mendapatkan peringkat hitam pada periode 2006 –
2007 yang berarti bahwa perusahaan tersebut secara sengaja tidak melakukan upaya
pengelolaan lingkungan sebagaimana yang dipersyaratkan serta berpotensi mencemari
lingkungan.
Hal ini menggambarkan masih banyak perusahaan – perusahaan yang memberikan andil
dalam masalah pencemaran lingkungan di Indonesia. Oleh karena itulah diperlukan
pengaturan secara khusus mengenai masalah pengelolaan lingkungan hidup ini. Dan tentunya
sudah selayaknya perusahaan bersedia untuk menyajikan suatu laporan yang dapat
3mengungkapkan bagaimana kontribusi mereka terhadap berbagai permasalahan sosial yang
terjadi di sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar