Minggu, 16 Desember 2012

MENGKOMUNIKASIKAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY UNTUK MENINGKATKAN CITRA PERUSAHAAN


Abstract: 
Any business corporation should have a keen observation in selecting the
right media  to publish its CSR programs. The right choice of media can
draw more public attention and secure the corporate image if the CSR
programs have been materialized in a persistent and well-organized way
with measurable achievements. There is a responsibility for any business
corporation to inform the public as objectively as possible about its CSR
programs.
Keywords: Corporate social responsibility, corporate image.
Pendahuluan
rogram tanggung jawab sosial perusahaan atau  corporate sosial
responsibility (CSR) pertama kali dikemukakan oleh Howard R. Bowen pada
tahun 1953. Setelah itu, CSR mengalami pengembangan konsep secara
terus-menerus.
Bila awalnya kegiatan CSR lebih banyak dilandasi oleh kegiatan yang
bersifat filantropi, sekarang program ini dijadikan sebagai salah satu strategi oleh
perusahaan untuk meningkatkan citranya. Hal tersebut, tentu saja, turut
mempengaruhi kinerja perusahaan.
Meningkatnya citra perusahaan akan memiliki implikasi yang strategis bagi
perusahaan itu sendiri karena reputasi yang baik merupakan salah satu
keunggulan kompetitif. Reputasi merupakan akumulasi dari  corporate image, baik
antar stakeholders maupun lintas waktu (over the time).
Perusahaan memiliki  stakeholder, seperti pemegang saham, karyawan,
pelanggan, serta komunitas yang acapkali dikelompokkan sebagai primary groups.
Sedangkan media, pemerintah, dan pemasok termasuk dalam  secondary groups
(AB. Susanto, 2009, hlm. 25). Kegiatan CSR yang dilakukan oleh korporat secara
terus-menerus dan berkesinambungan merupakan salah satu cara untuk mencegah
krisis, yaitu dengan peningkatan reputasi dan imej.
CSR bukan program yang dilakukan secara periodik, mengikuti tren, atau
tanpa rencana. Program ini dapat membantu mencegah krisis dalam perusahaan
apabila dilakukan secara  sustainable dan menciptakan  long-term relationship
dengan komunitas (Reza Rahman, 2009, hlm. 33).
Kesuksesan program CSR sangat ditentukan oleh pemilihan isu yang tepat.
Pemilihan tersebut biasanya mempertimbangkan sejumlah data yang diperoleh dari
56 ISSN : 2085 1979                                                                                            
lapangan, atau mengambil isu yang sedang hangat dibicarakan. Isu program CSR
yang dipilih harus memberi posisi yang baik bagi suatu organisasi dan memperkuat
reputasi organisasi itu sendiri. Supaya terlihat menarik isu CSR harus dikemas
dengan menggunakan kalimat-kalimat yang tidak baku, diikuti oleh bahasa yang
juga tidak kaku, serta mudah diingat.
Program CSR yang menarik perlu dikomunikasikan kepada  stakeholdernya. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana mengkomunikasikan program
ini supaya dapat meningkatkan reputasi perusahaan?
Dalam hal ini, organisasi atau perusahaan harus menentukan metode
komunikasi yang akan digunakan, media yang dipakai atau penggabungan
keduanya, serta mengundang media untuk membantu mengkomunikasikan
program yang dibuat perusahaan tersebut kepada seluruh stakeholder-nya.
Intensitas liputan media dibutuhkan untuk mengetahui frekuensi liputan
dan ragam ulasan media tentang program CSR. Tolak-ukur keberhasilan aktivitas
program tersebut dapat dilihat dari banyaknya liputan media lokal maupun nasional
tentang aktivitas CSR. Sedangkan, intensitas komunikasi dengan masyarakat lokal
dapat diukur dengan indikator berupa kuantitas komunikasi perusahaan dengan
masyarakat lokal dan kualitas komunikasi perusahaan dengan masyarakat lokal
dengan tolak-ukur keberhasilan berupa model komunikasi yang akan digunakan
dan dukungan ketersediaan saluran akan media komunikasi.
Terkait dengan pelaksanaan CSR, aktivitas pengkomunikasian CSR
merupakan bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada seluruh  stakeholders
untuk menyampaikan ide, saran yang membangun, bahkan bentuk kritik, serta
respon yang adaptif. Adanya aktivitas komunikasi CSR dapat mendorong
perusahaan lain untuk melakukan kegiatan CSR  dalam rangka peningkatan citra
perusahaan di mata stakeholders.
Reza Rahman (2009, hlm. 33) mengemukakan, kegiatan CSR yang
dilakukan korporat secara kontinyu dan terus-menerus, merupakan salah satu cara
untuk mencegah krisis melalui peningkatan reputasi dan imej korporat. Hanya
perlu diingat bahwa CSR bukanlah program yang dilakukan secara periodik,
mengikuti tren, atau tanpa rencana. CSR dapat mencegah krisis bila dilakukan
secara berkelanjutan dan dalam rangka menciptakan  long-term relationship
dengan komunitas.
Arti Penting CSR Bagi Pembentukan Citra Perusahaan
          Philip kotler, dalam buku CSR Doing the Most Good for Your Company
and Your Cause, membeberkan beberapa alasan tentang perlunya perusahaan
menggelar aktivitas CSR. Dalam buku tersebut dikatakan, CSR bisa membangun
positioning merek, mendongkrak penjualan, memperluas pangsa pasar,
meningkatkan loyalitas karyawan, mengurangi biaya operasional, serta
meningkatkan daya tarik korporat di mata investor. Konsep dasar CSR pada
awalnya dilatarbelakangi oleh motivasi korporasi yang sifatnya karitatif
(philantrophy/charity).
Pelaksanaan CSR yang paling umum adalah pemberian bantuan
(donasi/charity) kepada masyarakat miskin di sekitar korporasi tersebut beroperasi.
Konsep charity tersebut hanya parsial dan tidak melembaga. CSR pada tataran ini Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011
ISSN : 2085 1979                                                                                                   57
hanya bentuk kegiatan korporasi untuk berbuat baik (do good) dan atau agar
terlihat baik (good image) (Edi Suharto dalam DR. Mukti Fajar ND., 2010, hlm. 6).
Bentuk program CSR memiliki dua orientasi. Pertama: internal, yakni CSR
yang berbentuk tindakan atas program yang diberikan terhadap komunitas. Kedua:
eksternal, yakni CSR yang mengarah pada tipe ideal yang berupa nilai dalam
korporat yang dipakai untuk menerapkan atau mewujudkan tindakan-tindakan
yang sesuai keadaan sosial terhadap komunitas sekitarnya (Budimanta,
Prasetio&Rudito, dalam Reza Rahman, 2004, hlm. 77).
          Menurut Reza Rahman (2009, hlm. 13), di Indonesia, CSR gencar
dikampanyekan oleh  Indonesia Business Link (IBL). Terdapat lima pilar aktivitas
CSR, yaitu:
1. Building human capital
Berkaitan dengan internal perusahaan untuk menciptakan sumber daya manusia
yang andal. Di sisi lain, perusahaan juga dituntut melakukan pemberdayaan
masyarakat.
2. Strengtening economies
Perusahaan harus memberdayakan ekonomi masyarakat sekitarnya agar terjadi
pemerataan kesejahteraan masyarakat.
3. Assesing social chesion
Upaya menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar agar tidak
menimbulkan konflik.
4. Encouraging good governance
Perusahaan dalam menjalankan bisnisnya mengacu pada  Good Corporate
Governence (GCG).
5. Protecting the environment
Mengharuskan perusahaan untuk menjaga lingkungan sekitarnya.
(Wahyudi&Azheri, dalam Reza Rahman, 2008, hlm. 37).
Majalah Marketing edisi 11/VII/November 2007 mengulas tentang “Brand
Social Responsibility”, dan “Kerja Sosial Sambil  Membangun Merek”. CSR seolah
menjadi kewajiban korporasi atau  holding company semata. Padahal, CSR
seharusnya dijalankan oleh setiap organisasi yang mengelola merek di dalam
perusahaan tersebut. Banyak pula perusahaan yang menjalankan CSR, namun
melupakan pengelolaan citra merek perusahaan, sehingga tidak memiliki dampak
bagi perusahaan.
Konsep  Brand Social Responsibility (BSR) mungkin lebih menarik untuk
dijalankan. Fenomena yang umum terjadi dalam pelaksanaan CSR adalah
memberikan bantuan sosial secara langsung maupun tidak langsung guna
membantu perbaikan kesejahteraan masyarakat, baik eksternalitas negatif yang
ditimbulkan sendiri maupun yang bertujuan sebagai sumbangan sosial semata.
Pengamatan juga menunjukkan, CSR adalah konsep yang mendorong organisasi
untuk memiliki tanggung jawab sosial yang seimbang kepada pelanggan,
karyawan, masyarakat, lingkungan, dan seluruh stakeholder.                             
CSR tanpa inovasi dan kolaborasi dengan  stakeholder akan menghasilkan
program “basa-basi”, sedangkan program CSR yang efektif dan terdiferensiasi akan
memunculkan sebuah inovasi. CSR dapat diartikan sebagai sebuah komitmen
dalam menjalankan bisnis dengan memperhatikan aspek sosial, norma-norma, dan
etika yang berlaku, bukan saja pada lingkungan sekitar, tetapi juga pada lingkup
internal dan eksternal yang lebih luas. Dalam jangka panjang, CSR memiliki
kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Perkembangan CSR untuk konteks Indonesia, terutama yang berkaitan
dengan pelaksanaan untuk kategori discresi-onary responsibility, dapat dilihat dari
dua perspektif yang berbeda. Pertama, pelaksanaan CSR memang merupakan
praktek bisnis secara sukarela (discretionary business practice). Artinya,
pelaksanaan CSR lebih banyak berasal dari inisiatif perusahaan dan bukan
merupakan aktivitas yang dituntut untuk dilakukan perusahaan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kedua, pelaksanaan CSR bukan
lagi merupakan  discretionary business practice, karena pelaksanaannya sudah
diatur oleh undang-undang  (bersifat mandatory). Sebagai contoh, badan usaha
milik negara (BUMN) memilki kewajiban untuk menyisihkan sebagian laba yang
diperoleh perusahaan untuk menunjang kegiatan sosial, seperti pemberian modal
bergulir untuk usaha kecil dan menengah (UKM). Demikian halnya, bagi
perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang sumber daya alam atau
berkaitan dengan sumber daya alam diwajibkan untuk melaksanakan CSR,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun
2007 tentang perseroan terbatas pasal 74. (Ismail Solihin, hlm. 161).
Manfaat dan Tujuan CSR
           CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan menjadi bagian yang penting
dari kegiatan organisasi. CSR didasarkan pada konsep bahwa bisnis bersifat
accountable atau dapat dipertanggungjawabkan kepada banyak pihak atau
pemangku kepentingan. Manfaat dan tujuan CSR dapat dirasakan bagi perusahaan,
karyawan, masyarakat, lingkungan, serta bagi khalayak.
Menurut Eva Zhoriva Yusuf dan Lesley Williams (2007, p. 242), CSR dapat
membantu meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, menurunkan biaya
operasinya, meningkatkan citra merek dan reputasinya, meningkatkan penjualan
dan loyalitas pelanggan, menghasilkan produktivitas dan kualitas produk yang lebih
tinggi, menarik dan mempertahankan karyawan, mengakses modal, membantu
memastikan keselamatan produk, serta menurunkan kewajiban legal suatu
organisasi. CSR juga memberikan manfaat kepada masyarakat dan khalayak.
Misalnya, dana, pekerja atau pelatih sukarela, keterlibatan atau dukungan
perusahaan bagi pendidikan masyarakat, program ketenagakerjaan, dan programprogram serupa lainnya, juga memberikan produk yang aman dan berkualitas. CSR
juga memberi manfaat lingkungan. Manfaat ini biasanya meliputi daur ulang materi
yang lebih besar, ketahanan, dan fungsionalitas produk yang lebih baik, lebih
banyak penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui, pemanfaatan
perangkat manajemen lingkungan dalam perencanaan bisnis, termasuk standar
eko-labeling dan manajemen lingkungan.
Selanjutnya,  A.B. Susanto mengemukakan dari sisi perusahaan, terdapat
berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR. Pertama, mengurangi Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011
ISSN : 2085 1979                                                                                                   59
risiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan.
Kedua, CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan
meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Ketiga, keterlibatan
dan kebanggaan karyawan. Keempat, CSR yang dilaksanakan secara konsisten
akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan
stakeholder-nya. Kelima, meningkatnya penjualan seperti yang terungkap dalam
riset  Roper Search Worldwide, yaitu bahwa konsumen akan lebih menyukai
produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan
tanggung jawab sosialnya sehingga memiliki reputasi yang baik. Dan keenam,
insentif-insentif lainnya, seperti insentif pajak, dan berbagai perusahaan akan lebih
giat lagi menjalankan tanggung jawab sosialnya.
Dari tujuan dan manfaat pelaksanaan CSR, dapat dikemukakan bahwa CSR
memberikan kontribusi kepada masyarakat berdasarkan kemampuan internal
perusahaan. CSR akan menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam usaha penciptaan
kesejahteraan oleh korporat, yang dalam jangka panjang dapat meningkatkan dan
memperkuat nilai korporat di mata komunitas.
Namun Philip Kotler, dalam bukunya yang berjudul Doing the Most Good
for Your Company and Your Cause, membeberkan beberapa alasan tentang
perlunya perusahaan menggelar aktivitas CSR. Disebutkannya, CSR bisa
membangun  positioning merek, mendongkrak penjualan, memperluas pangsa
pasar, meningkatkan loyalitas karyawan, mengurangi biaya operasional, serta
meningkatkan daya tarik korporat di mata investor.
Godo Tjahyono, dalam Majalah  Marketing edisi 11/VII/November/2007,
hlm. 39 mengatakan, CSR memang punya beberapa manfaat yang bisa
dikategorikan dalam empat aspek, yaitu license to operate, sumber daya manusia,
retensi, dan produktivitas karyawan.
Mengkomunikasikan Program CSR Untuk Meningkatkan Citra
Perusahaan
Kesuksesan program CSR amat ditentukan oleh pemilihan isu yang tepat
dalam fokus kegiatannya. Pemilihan isu tersebut perlu mempertimbangkan
sejumlah data lapangan, atau mengambil isu yang sedang hangat dibicarakan,
kemudian menyesuaikannya dengan kebutuhan stakeholder. Dengan demikian, isu
program CSR yang dipilih harus mendukung dan memberikan posisi yang baik bagi
perusahaan.
Pemilihan isu CSR yang menarik dan mengandung isu yang sedang hangat
dibicarakan akan dapat mengundang media untuk membantu mengkomunikasikan
program CSR kepada seluruh  stakeholders. Setelah  perusahaan merealisasikan
aktivitas kegiatan CSR, pada tahapan berikutnya, perusahaan mengkomunikasikan
program CSR. Tujuan dari dari aktivitas komunikasi adalah sebagai bentuk
pertanggungjawaban perusahaan kepada seluruh  stakeholders yang berhubungan
dengan aktivitas CSR yang dilakukan. Hal seperti ini juga dapat mendorong
perusahaan lain untuk melakukan aktivitas CSR.
Dampak dari efek ini tidak hanya kepada perusahaan saja, tetapi kegiatan
tersebut merupakan program kampanye yang ditujukan bagi kalangan  bisnis dan
masyarakat. Sebelum mengkomunikasikan program CSR, sebaiknya perusahaan
memahami tentang model komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh perusahaan. 
Mekanisme pemilihan model komunikasi tertuju kepada sebuah alur proses
penyampaian pesan dari  komunikator sebagai sumber pesan kepada komunikan
yang menjadi sang penerima pesan. Komunikator sebagai sumber pesan dapat
berupa individu maupun lembaga atau organisasi tertentu. Bentuk komunikator ini
disesuaikan dengan tingkat komunikasi yang terjadi. Dalam mengkomunikasikan
program CSR, perusahaan perlu mempertimbangkan pemilihan media komunikasi
yang akan digunakan.
Sebelum memilih media yang relevan,terdapat beberapa hal yang harus
dipertimbangkan (Reza Rahman, hlm. 74), antara lain:
1. Karakteristik stakeholders yang akan menjadi target komunikasi.
Dengan kata lain, pemilihan media tidak dapat dipisahkan dengan identifikasi
komunikan. Dengan mempertimbangkan karakteristik komunikan, dapat
dirumuskan pesan dan jenis media yang paling menyentuh komunikan.
2. Pemilihan media berdasarkan karakter dan kredibilitasnya.
Setiap media memiliki segmentasi dan target pasar yang berbeda. Selain itu,
media juga memiliki ideologi yang akan berpengaruh pada sejumlah kebijakan
produknya. Kredibilitas media juga berkaitan dengan seberapa sering ia
dikonsumsi oleh khalayak. Tentunya, untuk mengidentifikasikan media perlu
dilakukan penelitian yang representatif.
3. Manajemen waktu penyampaian pesan kepada komunikan.
Hal ini berkaitan dengan pemilihan momen yang tepat untuk  mengirimkan
pesan kepada komunikan. Momen yang tepat akan membuat komunikasi CSR
lebih “bergaung”.
4. Banyaknya anggaran komunikasi yang tersedia.
Bagian ini akan berpengaruh pada jenis media yang dipilih sebagai saluran
komunikasi. Semakin luas jangkauan media tersebut, kemungkinan khalayak
yang mengkonsumsinya akan semakin besar. Implikasinya, pembelian space di
media ini pun akan semakin mahal.
Kekuatan dan kelemahan berbagai media komunikasi dapat dijabarkan sebagai
berikut :
1. Televisi
Kekuatan: memiliki visualisasi yang baik untuk menampilkan bentuk fisik  dari
sebuah produk  dan aktivitas. Televisi memilki daya jangkau yang luas sehingga
mampu menyampaikan pesan dalam waktu yang cepat kepada khalayak,
memiliki efek suara, penglihatan, dan gerak, serta penggemar yang berjumlah
besar sehingga dapat mempermudah penetrasi kegiatan CSR kepada
masyarakat luas.
Kelemahan: televisi  merupakan media komunikasi yang mahal.  Bila kegiatan
komunikasi CSR ditayangkan menggunakan televisi maka perusahaan harus
menganggarkan biaya yang cukup besar, adanya durasi dalam penayangan
pesan mengakibatkan pembatasan kuantitas jumlah pesan yang akan Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011
ISSN : 2085 1979                                                                                                   61
ditayangkan, penonton televisi datang dari berbagai kalangan sehingga pesan
atau isu CSR yang akan disampaikan tidak mengena kepada segmen sasaran.
2. Radio
Kekuatan: pesan yang disampaikan melalui media ini dapat berbentuk ulasan.
Pendengar dapat berimajinasi melalui suara dan biaya sewa space relatif murah
dibanding televisi. Selain itu, radio dapat menjangkau daerah terpencil.
Kelemahan: jangkauan siaran radio yang kadang terbatas dapat berpengaruh
terhadap kurang efektifnya penyampaian kegiatan CSR karena perusahaan
menghendaki kegiatan CSR-nya dikomunikasikan secara besar-besaran agar
populer.
3. Suratkabar
Kekuatan: dapat dibaca dimana saja, biaya relatif rendah, dan penyampaian
pesan yang lebih terperinci dibandingkan media elektronik. Adanya berbagai
koran lokal dapat dijadikan alternatif untuk mengkomunikasikan kegiatan CSR,
bila tujuannya membangkitkan semangat lokal.
Kelemahan: adanya isu CSR yang berwarna untuk pemasangan iklan
menyebabkan tampilan pesan kurang optimal. Hal ini dapat terjadi karena
kualitas kertas yang kurang baik, juga adanya kecenderungan suratkabar itu
akan langsung dibuang setelah selesai dibaca, serta kualitas visual yang
tergantung pada kualitas cetakan.
4. Majalah
Kekuatan: siklus hidup pesan umurnya relatif panjang. Majalah memiliki
khalayak yang lebih spesifik, jenis kertas yang digunakan lebih bermutu
sehingga kualitas hasil tampilan lebih baik  dan menarik, apalagi bila banyak
memuat tampilan gambar, majalah memiliki khalayak yang lebih spesifik.
Kelemahan: majalah merupakan media yang terbatas jumlah peredarannya.
Penyampaian pesan melalui majalah tidak dapat disampaikan dengan segera. Di
samping itu, kebanyakan majalah hanya dibeli bila ada berita yang cukup
menarik.
5. Internet
Kekuatan: internet memiliki waktu tayang 24 jam. Internet bagi pengguna
utama merupakan media yang simpel untuk mengirimkan pesan. Kandungan
pesan dalam internet dapat  diperbarui setiap saat sehingga komunikator pun
dapat memperbarui pesan-pesan CSR-nya setiap saat. Lalu faktor lainnya,
mudah dan praktis.
Kelemahan: bagi sebagian masyarakat, kepemilikan komputer atau laptop, dan
sejenisnya masih merupakan barang mewah. Masih rendahnya penetrasi
internet menyebabkan masih sedikitnya kelompok masyarakat yang dapat
menerima pesan.                                                                                       
Setelah mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan masing-masing
media komunikasi, perusahaan dapat memilih satu atau kombinasi media
komunikasi yang cocok untuk mengkomunikasikan kegiatan CSR nya, seperti
termuat dalam majalah  Marketing edisi 11/VII/November/2007 yang mengulas
tentang topik: “Dari CSR Ke Brand Social Responsibility”. Dalam edisi tersebut,
dimuat ulasan tentang PT. Unilever Indonesia sebagai perusahaan consumer goods
terbesar yang mengintegrasikan CSR ke dalam seluruh kegiatan bisnis perusahaan.
Selain majalah tersebut di atas, Kompas sebagai media komunikasi juga
pernah memuat tulisan tentang kegiatan CSR yang dilakukan oleh Panasonic Gobel
dengan topik “Menggalang Aksi Di Semua Lini”. Dengan lini berita utama adalah
tentang program-program pemberdayaan melalui CSR yang mutlak dibutuhkan di
hampir setiap bidang, seperti kesehatan, lingkungan, hingga pendidikan.
Di akhir ulasan dituliskan, perusahaan berkomitmen untuk meningkatkan
kontribusinya kepada masyarakat indonesia melalui industri. Produk yang inovatif
dan ramah lingkungan adalah ide utama Panasonic dalam menyediakan produk
elektronik di Indonesia. Hal ini sejalan dengan visi 100 tahun Panasonic
Corporation di tahun 2018 untuk menjadi perusahaan elektronik terdepan dengan
teknologi inovasi yang ramah lingkungan (Kompas, 25 agustus 2010).
Berkaitan dengan komunikasi CSR yang dilakukan perusahaan untuk
meningkatkan citra, perusahaan harus memilih isu-isu CSR yang menarik dan
mampu memperkuat reputasinya.  Isu yang menarik ini dapat diperoleh dari
komunikasi yang memang didesain secara terencana oleh perusahaan, dan
dikemas secara menarik untuk meningkatkan citra perusahaan. Salah satu kegiatan
CSR yang menarik, misalnya, berawal dari aktivitas  community development dan
dapat dikomunikasikan kepada stakeholders.
Kesimpulan
Kesuksesan mengkomunikasikan program CSR ditentukan oleh penayangan isu-isu
yang dikemas secara menarik di suatu media komunikasi yang tepat. Pemilihan
media komunikasi yang tepat ini menjadi sarana untuk mengkomunikasikan
program CSR dengan mempertimbangkan berbagai kekuatan dan kelemahannya,
serta didukung oleh kemampuan dana perusahaan. Program CSR dapat memiliki
dampak yang positif untuk meningkatkan citra perusahaan bila kegiatannya
dilakukan secara kontinyu, terukur, dikelola dengan baik, serta berorientasi internal
maupun eksternal. Kegiatan CSR yang dilakukan secara terus-menerus merupakan
salah satu cara  untuk mencegah krisis melalui peningkatan citra perusahaan di
benak stakeholders.
Daftar Referensi:
Majalah Bisnis & CSR, 2010. Reference For Decision Maker. Latofi Enterprise.
Majalah Marketing, 2007.  Inspiring The leadership. Edisi
no.11/VII/November/2007.
Mukti Fajar, 2010. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia. Studi
tentang Penerapan Ketentuan CSR pada Perusahaan Multinasional,
Swasta Nasional&BUMN di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Reza Rahman, Reza. 2009. Corporate Social Responsibility, Antara Teori dan
Kenyataan. Jakarta: MedPress.Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011
ISSN : 2085 1979                                                                                                   63
Solihin, Ismail. 2009.  Corporate Social Responsibility: From Charity to
Sustainability. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Susanto, A.B. 2009.  Reputation-Driven, Corporate Social Responsibility,
Pendekatan Strategic Management  dalam CSR. Jakarta: Esensi
Erlangga Grup.
Yusuf, Eva Zhoriva & Lesley Williams. 2007. Manajemen Pemasaran, Studi
Kasus Indonesia. Seri Manajemen Pemasaran no. 16, Lembaga Manajemen
PPM dengan Penerbit


writed:
Suherman Kusniadji
*
email : hermankusniadji@gmail.com

PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DISCLOSURE DAN KINERJA FINANSIAL PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA


ABSTRACT
This  research  is  aiming  at studying  the  influence  of  environmental  performance
which measured by the company performance in PROPER  (Program Penilaian Peringkat
Kinerja  Perusahaan  dalam  Pengelolaan  Lingkungan  Hidup)  toward  Corporate  Social
Responsibility  disclosure,  and  toward  financial  performance,  and  also  the  influence  of
Corporate Social Responsibility disclosure toward financial performance. The number of
samples used in this research were sixteen manufacturing company. Data are taken from
annual report 2004-2006 of the manufacture companies listed on Indonesia Stock Exchange
and also participated in PROPER since 2004. The statistical method being used for this
research were simple linier regression analysis to examine the influence of environmental
performance  toward  Corporate  Social  Responsibility  disclosure  and  multiple  linear
regression  analysis  to  examine  the  influence  of  the  environmental  performance  and
Corporate Social Responsibility disclosure toward financial performance. The data analysis
and test of the hypothesis is done by using the software SPSS version 13..
The test result for the first hypothesis indicated that environmental performance has a
significant influence toward Corporate Social Responsibility disclosure. Meanwhile, the test
result for the second hypothesis indicated that environmental performance has no significant
influence toward financial performance and the test result for the third hypothesis also shows
that  Corporate  Social  Responsibility  disclosure  has  no  significant  influence  toward  the
financial performance. However, from the test result, this research show that there are an
indirect impact that statistically significant of environmental performance toward financial
performance through Corporate Social responsibility Disclosure.   
Keywords:  environmental  performance,  Corporate  Social  Responsibility  disclosure,
participation in PROPER, financial performance.

1. LATAR BELAKANG PENELITIAN



Selama  ini  perusahaan  dianggap  sebagai  lembaga  yang  dapat  memberikan  banyak
keuntungan  bagi  masyarakat,  di  mana  menurut  pendekatan  teori  akuntansi  tradisional,
perusahaan   harus  memaksimalkan  labanya  agar  dapat  memberikan  sumbangan  yang
maksimum  kepada  masyarakat.  Namun  seiring  dengan  berjalannya waktu,  masyarakat
semakin menyadari adanya dampak-dampak sosial yang ditimbulkan oleh perusahaan dalam
menjalankan  operasinya  untuk  mencapai  laba  yang  maksimal,  yang  semakin  besar  dan
semakin sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu, masyarakat pun menuntut agar perusahaan
senantiasa  memperhatikan  dampak-dampak  sosial  yang  ditimbulkannya  dan  berupaya
mengatasinya.
Atas  tuntutan  –  tuntutan  tersebut  kemudian  muncul  konsep  akuntansi  yang  baru
menggantikan  konsep  akuntansi  tradisional  dimana  dalam  akuntansi  tradisional  pusat
perhatian  perusahaan  hanya  terbatas  kepada  stockholders dan  bondholders,  yang  secara
langsung memberikan kontribusinya bagi perusahaan, sedangkan pihak lain sering diabaikan.
Corporate Social Responsibility sebagai konsep akuntansi yang baru adalah transparansi
pengungkapan sosial  atas kegiatan atau aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan,
dimana  transparansi  informasi  yang  diungkapkan  tidak  hanya  informasi  keuangan
perusahaan, tetapi perusahaan juga diharapkan mengungkapkan informasi mengenai dampak
sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan aktivitas perusahaan. 
Di Indonesia sendiri kelestarian lingkungan sudah menjadi kebijakan pemerintah pada
setiap periode. Pada Pelita ketujuh melalui TAP MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN,
dinyatakan  “Kebijakan  sektor  Lingkungan  Hidup,  antara  lain,  megenai  pembangunan
lingkungan hidup diarahkan agar lingkungan hidup tetap berfungsi sebagai pendukung dan
penyangga ekosistem kehidupan dan terwujudnya keseimbangan, keselarasan dan keserasian
yang dinamis antara sistem ekologi, sosial ekonomi, dan sosial budaya agar dapat menjamin
2pembangunan nasional yang berkelanjutan” ( GBHN, 1998 ). Begitu juga  Undang Undang
Republik Indonesia No. 23 Tahun 1997 tentang  Pengelolaan  Lingkungan Hidup pasal 5
menyatakan 1) setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat,  2)  setiap  orang  mempunyai  hak  atas  informasi  lingkungan  hidup  yang  berkaitan
dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup, 3) setiap orang mempunyai hak untuk
berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang –
undangan yang berlaku. 
Sejak tahun 2002 KLH (Kementrian Lingkungan Hidup) mengadakan PROPER (Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) di bidang
pengendalian  dampak  lingkungan  untuk  meningkatkan  peran  perusahaan  dalam  program
pelestarian  lingkungan  hidup,.  Melalui  PROPER,  kinerja  lingkungan  perusahaan  diukur
dengan menggunakan warna, mulai dari yang terbaik emas, hijau, biru, merah, hingga yang
terburuk hitam untuk kemudian diumumkan secara rutin kepada masyarakat agar masyarakat
dapat mengetahui tingkat penataan pengelolaan lingkungan pada perusahaan dengan hanya
melihat warna yang ada.  
Hasil dari diberlakukannya  peraturan – peraturan pemerintah tersebut sampai saat ini
pelaksanaannya  masih  jauh  dari  harapan,  terbukti  dari  masih  banyaknya  perusahaan  di
Indonesia yang tergabung dalam PROPER mendapatkan peringkat hitam pada periode 2006 –
2007  yang  berarti  bahwa  perusahaan  tersebut  secara  sengaja  tidak  melakukan  upaya
pengelolaan  lingkungan  sebagaimana  yang  dipersyaratkan  serta  berpotensi  mencemari
lingkungan. 
Hal ini menggambarkan masih banyak perusahaan – perusahaan yang memberikan andil
dalam  masalah  pencemaran  lingkungan  di  Indonesia.  Oleh  karena  itulah  diperlukan
pengaturan secara khusus mengenai masalah pengelolaan lingkungan hidup ini. Dan tentunya
sudah  selayaknya  perusahaan  bersedia  untuk  menyajikan  suatu  laporan  yang  dapat
3mengungkapkan bagaimana kontribusi mereka terhadap berbagai permasalahan sosial yang
terjadi di sekitarnya.

2. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS




2.1. Penilaian Kinerja Lingkungan Perusahaan melalui PROPER
Kinerja  lingkungan  perusahaan  menurut  Suratno  dkk.  (2006)  adalah  kinerja
perusahaan  dalam  menciptakan  lingkungan  yang  baik (green).  Kinerja  lingkungan
perusahaan dalam penelitian ini diukur melalui PROPER atau Program Penilaian Peringkat
Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan instrumen yang
digunakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk mengukur tingkat ketaatan
perusahaan berdasarkan peraturan yang berlaku. PROPER diumumkan secara rutin kepada
masyarakat, sehingga perusahaan yang dinilai akan memperoleh insentif maupun disinsentif
reputasi, tergantung kepada tingkat ketaatannya.
Penilaian  peringkat  kinerja  perusahaan  dalam  pengelolan  lingkungan  mulai
dikembangkan Kementrian Lingkungan Hidup, sebagai satu alternatif instrumen sejak 1995.
Program  ini  awalnya  dikenal  dengan  nama  PROPER  PROKASIH.  Alternatif  instrumen
penataan dilakukan melalui penyebaran informasi tingkat kinerja penataan masing – masing
perusahaan  kepada  stakeholder pada  skala  nasional.  Program  ini  diharapkan  dapat
mendorong  perusahaan  untuk  meningkatkan  kinerja  pengelolaan  lingkungannya.  Dengan
demikian dampak lingkungan dari kegiatan perusahaan dapat diminimalisasi. 
Penggunaan  warna  di  dalam  penilaian  PROPER  merupakan  bentuk  komunikatif
penyampaian  kinerja  kepada  masyarakat,  mulai  dari  terbaik,  EMAS,  HIJAU,  BIRU,
MERAH, sampai ke yang terburuk, HITAM. Secara sederhana masyarakat dapat mengetahui
tingkat penaatan pengelolaan lingkungan pada perusahaan dengan hanya melihat peringkat
warna yang ada. Bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi yang lebih rinci, KLH dapat
menyampaikan secara khusus.
4Aspek  penilaian  PROPER  adalah  ketaatan  terhadap  peraturan  pengendalian
pencemaran air, pengendalian  pencemaran  udara, pengelolaan  limbah  B3, AMDAL serta
pengendalian pencemaran laut. Ketentuan ini bersifat wajib untuk dipenuhi. Jika perusahaan
memenuhi seluruh peraturan tersebut (in compliance) maka akan diperoleh peringkat BIRU,
jika tidak maka MERAH atau HITAM, tergantung kepada aspek ketidak-taatannya.
2.2. Hubungan Kinerja Lingkungan dengan CSR Disclosure
World  Bank  sebagai  lembaga  keuangan  global  memandang  CSR  sebagai  “The
commitment of business to contribute to sustainable economic development working with
employees and their representatives the local community and society at large to improve
quality of life, in ways that are both good for business and good for development.” (IFC,
2002). Sementara CSR disclosure oleh Gray dkk, (2001) didefinisikan sebagai suatu proses
penyediaan  informasi  yang  dirancang  untuk  mengemukakan  masalah  seputar  social
accountability,  yang  mana  secara khas tindakan  ini dapat  dipertanggungjawabkan  dalam
media-media seperti laporan tahunan maupun dalam bentuk iklan-iklan yang  berorientasi
sosial.  Sedangkan  Deegan  (2002,  dalam  Chambers  dkk,  2004)  mendefinisikan  CSR
disclosure sebagai suatu metode yang dengannya manajemen akan dapat berinteraksi dengan
masyarakat  secara  luas  untuk  mempengaruhi  persepsi  luar  masyarakat  terhadap  suatu
organisasi atau perusahaan.
Menurut  Verrecchia  (1983,  dalam  Suratno  dkk.,  2006)  dengan  discretionary
disclosure  teorinya  mengatakan  pelaku  lingkungan  yang  baik  percaya  bahwa  dengan
mengungkapkan performance mereka berarti menggambarkan good news bagi pelaku pasar .
Oleh  karena  itu,  perusahaan  dengan  environmental  performance yang  baik  perlu
mengungkapkan informasi kuantitas dan mutu lingkungan yang lebih dibandingkan dengan
perusahaan dengan  environmental performance lebih buruk. Penelitian dari Al-Tuwaijri, et
al. (2004) yang  menemukan hubungan positif signifikan antara  environmental disclosure

dengan environmental performance menunjukkan hasil yang konsisten dengan teori tersebut.
Begitu pula halnya dengan penelitian serupa di Indonesia oleh Suratno dkk. (2006) yang
menemukan hubungan yang positif dan signifikan secara statistik antara kinerja lingkungan
dengan kinerja ekonomi. Dengan demikian, hipotesis pertama penelitian ini adalah
H1 :  Kinerja lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap CSR disclosure.
2.3. Hubungan Kinerja Lingkungan dengan Kinerja Finansial
Beberapa  penelitian  menunjukkan  bahwa  kinerja  lingkungan  akan  berpengaruh
terhadap  kinerja finansial perusahaan.  Almilia dan  Wijayanto  (2007) menemukan  bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara kinerja lingkungan dengan kinerja ekonomi. Hal ini
memberikan  penjelasan  bahwa  kinerja  lingkungan  perusahaan  memberikan  akibat  pada
kinerja finansial perusahaan yang tercermin pada tingkat return tahunan perusahaan yang
dibandingkan  dengan  return  industri.  Hipotesis  kedua  penelitian  ini  dirumuskan  sebagai
berikut:
H2 :  Kinerja lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja finansial.  
2.4. Hubungan CSR Disclosure dengan Kinerja Finansial
Dari  perspektif  ekonomi,  perusahaan  akan  mengungkapkan  suatu  informasi  jika
informasi tersebut akan meningkatkan nilai perusahaan (Verecchia, 1983, dalam Basamalah
et al, 2005). Dengan menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi
sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang (Kiroyan, 2006).
Hal  ini  mengindikasikan  bahwa  perusahaan  yang  menerapkan  CSR  mengharapkan  akan
direspon positif oleh para pelaku pasar
Diharapkan bahwa investor mempertimbangkan  informasi CSR yang  diungkapkan
dalam laporan tahunan perusahaan, sehingga dalam pengambilan keputusan investor tidak
semata-mata mendasarkan pada informasi laba saja. Laporan tahunan adalah salah satu media
yang  digunakan  oleh  perusahaan  untuk  berkomunikasi  langsung  dengan  para  investor.
6Pengungkapan  informasi  CSR  diharapkan  memberikan  informasi  tambahan  kepada  para
investor selain dari yang sudah tercakup dalam laba akuntansi.  Berdasarkan beberapa hasil
penelitian di atas, maka hipotesis ketiga penelitian ini adalah: 
H3 :  CSR disclosure memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja finansial. 

3. METODE PENELITIAN
3.1. Pemilihan Sampel dan Data Peneltian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan  manufaktur yang
terdaftar  (go-public)  di  Bursa  Efek  Indonesia pada  tahun  2004  hingga  2006  yang  telah
mengikuti Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PROPER) sejak tahun 2004 yang berjumlah 23 perusahaan. Metode pengambilan
sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel
yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Adapun kriteria pemilihan sampel
yang digunakan adalah sebagai berikut: 
Kriteria Pemilihan Sampel
Total Populasi  23
1. Data harga saham dan pembagian dividen selama periode 
pengamatan tidak mendukung  (4)
2. Data annual report tidak mendukung  (3)
Total sample  16
3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional dari masing – masing variabel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah :
a. Kinerja Lingkungan 
Kinerja lingkungan  perusahaan  adalah  kinerja perusahaan  dalam menciptakan
lingkungan yang baik (green). Kinerja lingkungan ini diukur dari prestasi perusahaan
mengikuti program PROPER yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh

Kementrian  Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong penataan  perusahaan dalam
pengelolaan  lingkungan  hidup melalui instrumen  informasi.  Sistem peringkat kinerja
PROPER mencakup pemeringkatan perusahaan dalam lima (5) warna yakni :
• Emas : Sangat sangat baik; skor = 5
• Hijau : Sangat baik; skor = 4
• Biru : Baik skor = 3
• Merah  : Buruk; skor = 2
• Hitam : Sangat buruk skor = 1




Kriteria Peringkat PROPER
PERINGKAT KETERANGAN
Emas Telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang
dipersyaratkan dan telah melakukan upaya 3R (Reuse, Recycle
dan Recovery), menerapkan sistem pengelolaan lingkungan
yang berkesinambungan,serta melakukan upaya-upaya yang
berguna bagi kepentingan masyarakat pada jangka panjang; 

Hijau Telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang
dipersyaratkan, telah mempunyai sistem pengelolaan
lingkungan, mempunyai hubungan yang baik dengan
masyarakat, termasuk melakukan upaya 3R (Reuse, Recycle dan
Recovery);

Biru Telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang
dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang
berlaku;

Merah Melakukan upaya pengelolaan lingkungan, akan tetapi baru
sebagian mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan
sebagaimana diatur dengan peraturan perundang-undangan;

Hitam Belum melakukan upaya lingkungan berarti, secara sengaja
tidak melakukan upaya pengelolaan lingkungan sebagaimana
yang dipersyaratkan, serta berpotensi mencemari lingkungan.

Sumber : Laporan PROPER periode 2006 – 2007 




b. CSR Disclosure









CSR  Disclosure adalah  pengungkapan  informasi  yang  berkaitan  dengan
lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan.  Untuk mengukur CSR disclosure ini
digunakan  CSR  index  yang  merupakan  luas  pengungkapan  relatif  setiap  perusahaan
sample atas pengungkapan sosial yang dilakukannya (Zuhroh dan Sukmawati, 2003),
dimana instrumen pengukuran dalam checklist yang akan digunakan dalam penelitian ini
mengacu  pada instrumen  yang  digunakan  Sembiring  (2005),  yang  mengelompokkan
informasi  CSR  ke  dalam  7  kategori  yakni  :   lingkungan,  energi,  kesehatan  dan
keselamatan tenaga kerja, lain - lain tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat, dan
umum. Kategori ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Hackston dan Milne
(1996). Ke tujuh kategori tersebut terbagi dalam 90  item  pengungkapan., Berdasarkan
peraturan Bapepam No. VIII.G.2 tentang laporan tahunan dan kesesuaian item tersebut
untuk diaplikasikan di Indonesia maka dilakukan penyesuaian (Sembiring, 2005) hingga
tersisa 78 item pengungkapan. Tujuh puluh delapan item tersebut kemudian disesuaikan
kembali  dengan masing  – masing  sektor  industri sehingga item pengungkapan  yang
diharapkan dari setiap sektor berbeda – beda. Total item CSR berkisar antara 63 sampai
78, tergantung dari jenis industri perusahaan.
Pendekatan  untuk menghitung  CSRI pada dasarnya  menggunakan  pendekatan
dikotomi  yaitu  setiap  item  CSR  dalam  instrumen  penelitian  diberi  nilai  1  jika
diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan (Haniffa et al, 2005 dalam Sayekti dan
Wondabio, 2007). Selanjutnya,  skor dari setiap  item  dijumlahkan untuk memperoleh
keseluruhan  skor  untuk  setiap  perusahaan.  Rumus  perhitungan  CSRI adalah  sebagai
berikut: (Haniffa et al, 2005 dalam Sayekti dan Wondabio, 2007) 
ΣXij
CSRIj = 
nj 
9Keterangan: 
CSRIj : Corporate Social Responsibility Disclosure Index perusahaan j 
nj : jumlah item untuk perusahaan j, nj ≤ 78 
Xij : dummy variabel: 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan
Dengan demikian, 0 ≤ CSRIj ≤ 1
c. Kinerja Finansial
Kinerja finansial ini merupakan kinerja perusahaan – perusahaan secara relatif
dalam  suatu  industri  yang  sama  yang  ditandai  dengan  return  tahunan  industri  yang
bersangkutan.  Kinerja finansial perusahaan diukur dengan menghitung return tahunan
perusahaan untuk kemudian dibandingkan dengan return tahunan industri manufaktur.
Return tahunan perusahaan diukur dengan membagi median harga saham perusahaan
pada tahun tersebut setelah dikurangi dengan dividen dengan harga saham di awal tahun
kemudian dikurangkan dengan median return industri manufaktur pada tahun tersebut.
Menurut Al – Tuwajiri, et al. (2004) kinerja finansial dinyatakan  dalam skala yang
dihitung : 
       (P1 – P0) + Div          – MeRI
                    Po
Dimana : P1 = harga saham akhir tahun
P0 = harga saham awal tahun
Div = pembagian dividen
MeRI = median return industri
Return industri diukur dari indeks industri yang diperoleh dari laporan
Indonesia Stock Exchange (IDX)

b. CSR Disclosure



CSR  Disclosure adalah  pengungkapan  informasi  yang  berkaitan  dengan
lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan.  Untuk mengukur CSR disclosure ini
digunakan  CSR  index  yang  merupakan  luas  pengungkapan  relatif  setiap  perusahaan
sample atas pengungkapan sosial yang dilakukannya (Zuhroh dan Sukmawati, 2003),
dimana instrumen pengukuran dalam checklist yang akan digunakan dalam penelitian ini
mengacu  pada instrumen  yang  digunakan  Sembiring  (2005),  yang  mengelompokkan
informasi  CSR  ke  dalam  7  kategori  yakni  :   lingkungan,  energi,  kesehatan  dan
keselamatan tenaga kerja, lain - lain tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat, dan
umum. Kategori ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Hackston dan Milne
(1996). Ke tujuh kategori tersebut terbagi dalam 90  item  pengungkapan., Berdasarkan
peraturan Bapepam No. VIII.G.2 tentang laporan tahunan dan kesesuaian item tersebut
untuk diaplikasikan di Indonesia maka dilakukan penyesuaian (Sembiring, 2005) hingga
tersisa 78 item pengungkapan. Tujuh puluh delapan item tersebut kemudian disesuaikan
kembali  dengan masing  – masing  sektor  industri sehingga item pengungkapan  yang
diharapkan dari setiap sektor berbeda – beda. Total item CSR berkisar antara 63 sampai
78, tergantung dari jenis industri perusahaan.
Pendekatan  untuk menghitung  CSRI pada dasarnya  menggunakan  pendekatan
dikotomi  yaitu  setiap  item  CSR  dalam  instrumen  penelitian  diberi  nilai  1  jika
diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan (Haniffa et al, 2005 dalam Sayekti dan
Wondabio, 2007). Selanjutnya,  skor dari setiap  item  dijumlahkan untuk memperoleh
keseluruhan  skor  untuk  setiap  perusahaan.  Rumus  perhitungan  CSRI adalah  sebagai
berikut: (Haniffa et al, 2005 dalam Sayekti dan Wondabio, 2007) 
ΣXij
CSRIj = 
nj 
9Keterangan: 
CSRIj : Corporate Social Responsibility Disclosure Index perusahaan j 
nj : jumlah item untuk perusahaan j, nj ≤ 78 
Xij : dummy variabel: 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan
Dengan demikian, 0 ≤ CSRIj ≤ 1
c. Kinerja Finansial
Kinerja finansial ini merupakan kinerja perusahaan – perusahaan secara relatif
dalam  suatu  industri  yang  sama  yang  ditandai  dengan  return  tahunan  industri  yang
bersangkutan.  Kinerja finansial perusahaan diukur dengan menghitung return tahunan
perusahaan untuk kemudian dibandingkan dengan return tahunan industri manufaktur.
Return tahunan perusahaan diukur dengan membagi median harga saham perusahaan
pada tahun tersebut setelah dikurangi dengan dividen dengan harga saham di awal tahun
kemudian dikurangkan dengan median return industri manufaktur pada tahun tersebut.
Menurut Al – Tuwajiri, et al. (2004) kinerja finansial dinyatakan  dalam skala yang
dihitung : 
       (P1 – P0) + Div          – MeRI
                    Po
Dimana : P1 = harga saham akhir tahun
P0 = harga saham awal tahun
Div = pembagian dividen
MeRI = median return industri
Return industri diukur dari indeks industri yang diperoleh dari laporan
Indonesia Stock Exchange (IDX)

Tingkat  CSR  disclosure  score ini  bervariasi  pada  masing  –  masing  perusahaan,
namun demikian, meski perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik memiliki tingkat
CSR  disclosure score yang  lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan dengan kinerja
lingkungan  yang  buruk,  tingkat  CSR  disclosure  score tersebut  tergolong  rendah  bila
dibandingkan dengan jumlah item keseluruhan yang seharusnya diungkapkan. Perusahaan
dengan tingkat CSR  disclosure score tertinggi saja hanya mengungkapkan 42 item yang
tentunya masih jauh dibawah standar bila dibandingkan dengan 78 item yang seharusnya
diungkapkan. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kesadaran perusahaan – perusahaan
publik  di Indonesia saat ini baru  sampai  pada batas  memenuhi  kewajiban  yang  bersifat
mandatory, dalam artian perusahaan – perusahaan tersebut baru mengimplementasikan CSR
pada kategori  social obligation,  yakni implementasi CSR hanya sekedar untuk memenuhi
persyaratan minimal yang ditentukan oleh pemerintah dan ada kesan terpaksa (Susanto, 2003
dalam Wibisono, 2007: 52-53). Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat banyaknya
manfaat  yang  dapat  diambil  dari  praktik  dan  pengungkapan  CSR  apabila  dipraktekkan
dengan sungguh-sungguh, diantaranya dapat mempererat komunikasi dengan  stakeholders,
meluruskan visi, misi, dan prinsip perusahaan terkait dengan praktik dan aktivitas bisnis
internal  perusahaan,  mendorong  perbaikan  perusahaan  secara  berkesinambungan,  sebagai
wujud manajemen  risiko dan untuk  melindungi  reputasi,  serta untuk meraih  competitive
advantage dalam hal modal, tenaga kerja, supplier, dan pangsa pasar (Darwin, 2004: 262). 
4.4. Pengaruh Kinerja Lingkungan Terhadap Kinerja Finansial 
Dari hasil analisis kedua yang menggunakan regresi linier berganda dengan kinerja
lingkungan sebagai variabel independen menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan
terhadap variabel kinerja finansial. Hal ini dapat dilihat dari taraf signifikasi yang berada
diatas 0,05 yakni sebesar 0,655 yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan.
Hasil  pengujian  yang  didapatkan  oleh  peneliti  atas  hipotesis  kedua  dengan  sampel  16
13perusahaan manufaktur tidak mendukung temuan peneliti terdahulu seperti Li, et al. (1997),
Al–Tuwajiri,  et al. (2004) dan Suratno dkk. (2006) yang menemukan hasil pengaruh yang
signifikan  antara  kinerja  lingkungan  dengan  kinerja  finansial.  Namun  hasil  yang  telah
diperoleh peneliti tersebut menunjukkan konsistensi dengan temuan Rockness, et al. (1986)
yang menguji hubungan antara dua variabel limbah beresiko dalam industri bahan kimia
dengan  12  indikator  keuangan  dan  gagal mendokumentasikan  hubungan  yang  signifikan
secara statistik, juga penelitian Sarumpaet (2005) serta Almilia dan Wijayanto (2007) yang
menemukan hubungan yang tidak signifikan antara kinerja lingkungan dan kinerja finansial
perusahaan  industri  pertambangan  umum  dan  pemegang  HPH/HPHTI.  Hasil  regresi
penelitian ini bisa dilihat di lampiran 7.
Perilaku  variabel  kinerja  lingkungan  pada  perusahaan  manufaktur  tersebut  tidak
sejalan dengan prediksi menurut teoritis. Variabel kinerja lingkungan ternyata bukanlah salah
satu faktor yang menentukan fluktuasi harga saham dan besarnya dividen yang dibagikan
pada suatu periode. Sebagai contoh pada tahun 2004 perusahaan Unilever dan Indocement
Tunggal Prakasa yang memiliki peringkat PROPER hijau mempunyai kinerja finansial yang
negatif, namun sebaliknya PT Citra Tubindo ditahun 2006 yang memiliki peringkat PROPER
merah mempunyai  kinerja finansial positif yang menunjukkan adanya respon positif dari
pelaku pasar modal.  Hal ini diduga karena kondisi yang terjadi di Indonesia sangat berbeda
dengan  yang  terjadi  di  beberapa  negara  lain  terutama  di  negara  barat  berkaitan  dengan
perilaku para pelaku di pasar modal Indonesia. Banyak variabel lain yang tidak diteliti yang
mempengaruhi keputusan investor dalam menentukan portofolio investasi pada perusahaan
manufaktur, misalnya : rasio keuangan, ukuran perusahaan dan kategori investasi apakah
perusahaan merupakan penanaman modal dalam negri (PMDN) ataukah penanaman modal
asing (PMA).
4.5. Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Kinerja Finansial
14Dari hasil analisis untuk hipotesis ketiga dengan variabel CSR  Disclosure sebagai
variabel independen yang ditampilkan di lampiran 7 menunjukkan tidak ada pengaruh yang
signifikan terhadap variabel kinerja finansial.  Hal ini dapat dilihat dari taraf signifikasi yang
berada  diatas  0,05  yakni  sebesar  0,07  yang  menunjukkan  tidak  adanya  hubungan  yang
signifikan variabel tersebut. Hasil pengujian yang  didapatkan  oleh peneliti atas hipotesis
ketiga dengan sampel 16 perusahaan manufaktur tersebut menunjukkan konsistensi dengan
temuan Sarumpaet (2005) serta Almilia dan Wijayanto (2007) yang menemukan hubungan
yang  tidak  signifikan  antara  pengungkapan  lingkungan  dan  kinerja  finansial  perusahaan
industri pertambangan umum dan pemegang HPH/HPHTI. 
Variabel  CSR  disclosure secara  parsial  ternyata  bukanlah  salah  satu  faktor  yang
menentukan fluktuasi harga saham dan besarnya dividen yang dibagikan pada suatu periode.
Sebagai contoh pada tahun 2004 perusahaan Unilever dan Indocement Tunggal Prakasa yang
memiliki  peringkat  PROPER  hijau,  serta  CSR  disclosure indeks  yang  cukup  tinggi
mempunyai kinerja finansial yang negatif, namun sebaliknya PT Citra Tubindo ditahun 2006
yang memiliki peringkat PROPER merah serta CSR disclosure indeks yang jauh lebih kecil
mempunyai kinerja finansial positif yang menunjukkan adanya respon positif dari pelaku
pasar modal.  Hal ini diduga karena kondisi yang terjadi di Indonesia sangat berbeda dengan
yang terjadi di beberapa negara lain terutama di negara barat berkaitan dengan perilaku para
pelaku di pasar modal Indonesia, masih adanya paham Milton Fredman (Deegan, 2002 dalam
Chambers dkk, 2004) yang beranggapan bahwa pelaksanaan CSR tidak sesuai dengan nature
of  business dimana  tujuan  perusahaan  adalah  untuk  memaksimalkan  keuntungan  bagi
pemegang saham bukan bagi masyarakat secara keseluruhan juga dapat menjadi salah satu
penyebab hal tersebut.
Berdasarkan  hasil  analisis  terbukti  bahwa  masing  –  masing  variabel  kinerja
lingkungan  dan  CSR  disclosure secara  parsial  tidak  memiliki  pengaruh  yang  signifikan
15terhadap  kinerja  finansial  perusahaan,  namun  untuk  hasil  uji  signifikan  secara  simultan
keduanya memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap variabel kinerja finansial. Hal
ini dapat terlihat dari taraf signifikasi uji simultan F memiliki nilai lebih kecil dari 0,05 yakni
0,030. Dapat disimpulkan variabel kinerja lingkungan dan CSR disclosure secara bersama –
sama (simultan) memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja finansial. Kedua
variabel tersebut saling menguatkan satu sama lain sehingga berdampak pada pengaruh yang
signifikan. Hal ini diduga karena perilaku para pelaku modal di Indonesia yang sangat berhati
– hati dalam menentukan keputusan investasinya sehingga variabel kinerja lingkungan saja
ataupun CSR disclosure saja yang berdiri sendiri tidak  memiliki pengaruh yang besar namun
secara  bersama  –  sama  keduanya  berpengaruh  signifikan  pada  keputusan  investor  yang
mengacu pada kinerja finansial perusahaan. 
Berdasarkan  dari  hasil  pengolahan  data,  didapatkan  nilai  koefisien  beta  kinerja
lingkungan terhadap CSR disclosure memiliki nilai sebesar 0.617, dan bila dikalikan dengan
koefisien beta CSR disclosure terhadap kinerja finansial yang memiliki nilai sebesar 0.329
akan menghasilkan nilai sebesar 0.203. Koefisien tersebut lebih besar bila dibanding dengan
nilai koefisien beta kinerja lingkungan terhadap kinerja finansial yakni sebesar 0.080. Hal ini
menunjukkan kinerja lingkungan tidak hanya dapat berpengaruh secara langsung terhadap
kinerja finansial, tetapi juga secara tidak langsung melalui CSR disclosure sebagai variabel
intervening. Variabel intervening merupakan variabel antara atau mediating yang berfungsi
memediasi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen (Ghozali, 2006 :

5. KESIMPULAN DAN SARAN



5.1. Kesimpulan
1. Hasil penelitian ini membuktikan diterimanya H1 bahwa kinerja lingkungan yakni
usaha  perusahaan  dalam  menciptakan  lingkungan  yang  baik  (green)  yang  diukur
16melalui program PROPER memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap  CSR
disclosure yang dilakukan oleh perusahaan, terbukti dari nilai t hitung yang lebih
kecil dari α = 0.05, yakni sebesar 0.03. Hasil ini konsisten dengan penelitian Al–
Tuwajiri, et al. (2004) dan Suratno dkk. (2006)
2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja lingkungan tidak memiliki pengaruh
yang  signifikan  terhadap  kinerja  finansial  perusahaan  terbukti  dari  nilai  t  hitung
sebesar 0.655 yang lebih besar dari α = 0.05. Dengan demikian H2 ditolak. Hasil ini
tidak konsisten dengan penelitian Al–Tuwajiri, et al. (2004) dan Suratno dkk. (2006),
namun konsisten dengan penelitian Sarumpaet (2005) serta Almilia dan Wijayanto
(2007).
3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CSR  disclosure tidak memiliki pengaruh
yang  signifikan  terhadap  kinerja  finansial  perusahaan  terbukti  dari  nilai  t  hitung
sebesar 0.07 yang  lebih  besar  dari α = 0.05. Dengan demikian  H3 ditolak.  Hasil
penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Al–Tuwajiri, et al. (2004) dan Suratno
dkk. (2006), namun konsisten dengan penelitian Sarumpaet (2005) serta Almilia dan
Wijayanto (2007).
4. Hasil  penelitian  ini menunjukkan  bahwa  CSR  disclosure  dapat  berfungsi sebagai
variabel  intervening  dalam  pengaruh  tidak  langsung  kinerja  lingkungan  terhadap
kinerja finansial, terbukti dari nilai koefisien beta kinerja lingkungan terhadap kinerja
finansial  melalui  CSR  disclosure yakni  sebesar  0.203  yang  lebih  besar  bila
dibandingkan  dengan  koefisien  beta  kinerja lingkungan  terhadap  kinerja finansial
sebesar 0.080. 

5.2. Saran
Bagi  pihak  –  pihak  yang  akan  melakukan  penelitian  selanjutnya  disarankan  agar
memperhatikan data – data lain yang bisa digunakan sebagai variabel kontrol seperti variabel
17rasio keuangan, ukuran perusahaan, dan kategori investasi apakah merupakan penanaman
modal  asing  (PMA)  atau  penanaman  modal  dalam  negeri,  kemudian  juga  penelitian
selanjutnya dapat menambah jumlah sampel yang diteliti baik tahun pengamatan maupun
jenis perusahaan sehingga diharapkan hasil yang diperoleh dapat menjadi lebih baik, serta
dapat mencari media tambahan selain annual report untuk mengukur tingkat pengungkapan
Corporate Social Responsibility karena perusahaan dapat mengungkapkan di media publikasi
lain seperti website perusahaan. Selain itu bagi penelitian selanjutnya juga disarankan untuk
menggunakan  variabel  CSR  disclosure sebagai  variabel  intervening  dalam  menganalisis
pengaruh tidak langsung kinerja lingkungan pada kinerja finansial.

DAFTAR LITERATUR



Al  Tuwajiri,  dan  Sulaiman  A.  2003.  The  Relation  Among  Environmental  Disclosure,
Environmental Performance, dan Economic Performance : A Simultaneous Equation
Approach. Accounting Environment Journal. USA. 5-10.
Amilia, Luciana Spica dan Dwi Wijayanto. 2007. Pengaruh Environmental Performance dan
Environmental  Disclosure  Terhadap  Economic  Performance.  The  1
st
 Accounting
Conference, Faculty of Economics Universitas Indonesia. Depok, (November). 
Anshori, Muslich dan Sri Iswati. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Surabaya: Fakultas
Ekonomi Universitas Airlangga.
Deegan,  Craig  dan  Michaela  Rankin.  1996.  Do  a  Australian  Companies  Report
Environmental News Objectively? An Analysis of Environmental Disclosures Firms
Prosecuted  Successfully  by  the  Environmental  Protection  Authority.  Accounting
Auditing and Accountability Journal: 50-68.
Ghozali, Imam. 2006.  Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Cetakan IV.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gray, Rob, Muhammad Javad, David M. Power dan C. Donald Sinclair. 2001. Social And
Environmental  Disclosure  and  Corporare  Characteristics  :  A  Research  Note  and
Extension. Journal of Business Finance and Accounting. 327 – 356.
IFC. 2002. Public Sector Roles in Strenhthening Corporate Social Responsibility: A Baseline
Study.  Prepared for The CSR Practice Privete Sector Advisory Services Department,
The World Bank, (Oktober).
Pembudi, Teguh Sri. 2005. CSR : Sebuah Keharusan dalam Investasi Sosial. Jakarta : Pusat
Penyuluhan Sosial (PUSENSOS) Departemen Sosial RI. La Tofi Enterprise.
Sarumpaet,  Susi  .  2005  .  “  The  Relationship  Between  Environmental  Performance  and
Financial Performance of Indonesian Companies”. Jurnal Akuntansi & Keuangan, vol.
7,  no.2,  (Nopember):  89-98,  Jurusan  Ekonomi  Akuntansi,  Fakultas  Ekonomi  –
Universitas Kristen Petra.
Sayekti, Yosefa & Wondabio, Ludovicus Sensi. 2007. Pengaruh CSR Disclosure terhadap
Earning Response Coeficient. Simposium Nasional Akuntansi X, (26-28 Juli).
Sembiring, Eddy Rismanda. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial : Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat Di Bursa Efek Jakarta.
Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, (15 – 16 September).
Suratno,  Ignatius  Bondan,  dkk.  2006.  Pengaruh  Environmental  Performance  terhadap
Environmental Disclosure dan Economic Performance (Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur  yang  Terdaftar  di  Bursa  Efek  Jakarta  Periode  2001-2004).  Simposium
Nasional Akuntansi 9. Padang, (23-26 Agustus).
Suryabrata, Sumadi. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Umar, Husein.  Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta : Raja Grafindo
Persada

Untung, Hendrik Budi. 2008. Corporate Social Responsibility. Jakarta : Sinar Grafika
Wahyudi,  Isa  dan  Busyra  Azheri.  2008.  Corporate  Social  Responsibility  :  Prinsip,
Pengaturan dan Implementasi. Malang : In-Trans Publishing.
Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep & Aplikasi CSR. Gresik : Fascho Publishing.
www.idx.co.id
www.finance.yahoo.com
www.menlh.go.id/proper
   www.wikipedia   .com
Zuhroh,  Diana  dan  I  Putu  Pande  Heri  Sukmawati.  2003.  Analisis  Pengaruh  Luas
Pengungkapan Sosial Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Terhadap Reaksi Investor
(Studi Kasus Pada Perusahaan – Perusahaan High Profile di BEJ). Simposium Nasional
Akuntansi VI, Surabaya, (16-17 Oktober).

ALDILLA NOOR RAKHIEMAH
UNIVERSITAS AIRLANGGA
DIAN AGUSTIA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
http://blog.umy.ac.id/ervin/files/2012/06/akmk29.pdf

ANALISIS SOSIOLOGIS TERHADAP IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA MASYARAKAT INDONESIA


Abstract

The program of Corporate Social Responsibility is the social program that
provides a lot of contributions in solving social problems in job opportunities, health,
education, economy, and the environment. The implementation of the CSR program
still faces some obstacles, namely, the program has not been socialized. Another
barrier is the difference  of viewpoint between the Department of Laws and Human
Right and the Department of Industry. The other is that there is no clear regulation on
the implementation of CSR.  However,  CSR program can improve the spirit of
togetherness among different communities.
CSR (Program Corporate Social
Reponsibility)  merupakan salah satu
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
perusahaan sesuai dengan isi pasal 74
Undang-undang Perseroan Terbatas
(UUPT) yang baru. Undang-undang ini
disyahkan dalam sidang paripurna DPR.
Dengan adanya Undang-undang
ini, industri atau korporasi-korporasi
wajib untuk melaksanakannya, tetapi
kewajiban ini bukan merupakan suatu
beban yang memberatkan. Perlu diingat
pembangunan suatu negara bukan hanya
tanggung jawab pemerintah dan industri
saja, tetapi setiap insan manusia
berperan untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial dan pengelolaan
kualitas hidup masyarakat. Industri dan
korporasi berperan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi yang sehat
dengan mempertimbangkan pula faktor
lingkungan hidup. Kini dunia usaha
tidak lagi hanya memperhatikan catatan
keuangan perusahaan semata (single
bottom line), melainkan sudah meliputi
keuangan, sosial, dan aspek lingkungan
biasa disebut (Triple bottom line) sinergi
tiga elemen ini merupakan kunci dari
konsep pembangunan berkelanjutan.
Konsep tanggung jawab sosial
perusahaan telah dikenal sejak awal
1970, yang secara umum diartikan
sebagai kumpulan kebijakan dan praktik
yang berhubungan dengan  stakeholder,
nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum,
penghargaan masyarakat, lingkungan,
serta komitmen dunia usaha untuk
berkontribusi dalam pembangunan
secara berkelanjutan (Corporate Social
Reponsibility) CSR tidak hanya
merupakan kegiatan  kreatif perusahaan
dan tidak terbatas hanya pada
pemenuhan aturan hukum semata.
Masih banyak perusahaan tidak
mau menjalankan program-program
CSR karena melihat hal tersebut hanya
sebagai pengeluaran biaya (Cost
Center). CSR tidak memberikan hasil
secara keuangan dalam jangka pndek.
Namun CSR akan memberikan hasil
baik langsung maupun tidak langsung
pada keuangan perusahaan di masa
mendatang. Investor juga ingin
investasinya dan kepercayaan
masyarakat terhadap perusahaannya
memiliki citra yang baik di mata
masyarakat umum. Dengan demikian,
apabila perusahaan melakukan programprogram CSR diharapkan keberlanjutan,
sehingga perusahaan akan berjalan
dengan baik. Oleh karena itu, program
CSR lebih tepat apabila digolongkan
sebagai investasi dan harus menjadi
strategi bisnis dari suatu perusahaan.
Istilah CSR pertama kali
menyeruak dalam tulisan  Social
Responsibility of the Businessman tahun
1953. konsep yang digagas Howard
Rothmann Browen ini menjawab
keresahan dunia bisnis. Belakangan CSR
segera diadopsi, karena bisa jadi
penawar kesan buruk perusahaan yang
terlanjur dalam pikiran masyarakat dan
lebih dari itu pengusaha di cap sebagai
pemburu uang yang tidak peduli pada
dampak kemiskinan dan kerusakan
lingkungan. Kendati sederhana, istilah
CSR amat  marketable melalu CSR
pengusaha tidak perlu diganggu
perasaan bersalah.
Dalam proses perjalanan CSR
banyak masalah yang dihadapinya, di
antaranya adalah :
1. Program CSR belum
tersosialisasikan dengan baik
di masyarakat
2. Masih terjadi perbedaan
pandangan antara
departemen hukum dan
HAM dengan departemen
perindustrian mengenai CSR
dikalangan perusahaan dan
Industri
3. Belum adanya aturan yang
jelas dalam pelaksanaan CSR
dikalangan perusahaan.
Bila dianalisis permasalahan di
atas yang menyangkut belum
tersosialisasikannya dengan baik
program CSR di kalangan masyarakat.
Hal ini menyebabkan program  CSR
belum bergulir sebagai mana mestinya,
mengingat masyarakat umum belum
mengerti apa itu program CSR. Apa saja
yang dapat dilakukannya? Bagaimana
dapat berkolaborasi dengan prosedur
perusahaan.
Untuk menjawap pertanyaan
masyarakat umum, perlu dijelaskan
keberhasilan program CSR baik di
media cetak, atau media elektronika dan
memberikan contoh keberhasilan
program CSR yang telah dijalankan.
Di samping itu peranan
perguruan tinggi perlu ambil bagian
dalam proses sosialisasi ini, mengingat
perguruan tinggi dapat sebagai agen
perubahan dalam masyarakat.
Kerjasama ini dapat berupa penelitian,
seminar, dan pemberdayaan masyarakat.
KK-Ilmu kemanusiaan melalui mata
kuliah Kuminikasi Pembangunan sudah
melakukan penelitian tentang
implementasi program CSR di kalangan
pendidikan yang hasilnya masih jauh
dari apa yang diharapkan oleh kalangan
pendidikan. Contohnya hasil riset pada
siswa SMA Bale Endah, mereka
memerlukan bantuan biaya sekolah
untuk transportasi dan uang
sekolah.tetapi yang diperoleh dari
program CSR perusahaan pemberi
bantuan tersebut berupa seperangkat
komputer dan internet berikut pelatihan Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi Corporate Social Responsibility Pada Masyarakat Indonesia
bagi guru. Jelas program CSR tidak
mengenai sasaran. Apa yang diperlukan
oleh siswa dengan apa yang diberikan
perusahaan melalui program CSR
sebelumnya tidak tepat sasaran.
Permasalahan ini tidak
diperhatikan oleh  pihak perusahaan
pemberi bantuan tetapi setelah
mahasiswa yang mengambil matakuliah
Komunikasi pembangunan  melakukan
riset, ditemukan terjadi perbedaan antara
apa yang diharapkan siswa dengan apa
yang diberikan perusahaan. Keadaan ini
telah disampaikan kepada pihak pemberi
bantuan  melalui seminar, dan pihak
perusahaan menyadari hal ini. Karena
keterbatasan SDM dan waktu, pihak
perusahaan berusaha  agar lebih efektif
lagi untuk kedepannya. Mahasiswa tidak
hanya melakukan riset dibidang
pendidikan saja, tetapi juga melakukan
riset pada masyarakat sekitar kampus
ITB, tepatnya di daerah Cisitu. Hasil
riset menghasilkan 40% anak yang putus
sekolah, 50% Ibu rumah tangga buta
aksara, 75% pemuda yang tidak
memiliki pekerjaan. Dari hasil riset ini
mahasiswa mencoba menindak lanjuti
dengan cara  menyusun program
pemberantasan buta aksara,
pemberdayaan masyarakat, dan
pendidikan informal. Program ini
memerlukan tempat perlatihan, SDM,
dan dana. Untuk itu, mahasiswa
mengajak perusahaan telkom, BNI, dan
PLN bekerjasama untuk melaksanakan
program tersebut melalui program CSR
yang ada pada masing-masing
perusahaan.
Program CSR ini, masih
menyimpan banyak polemik di kalangan
departemen Hukum dan HAM yang
berusaha mewajibkan CSR bagi
perusahaan, sedangkan Departemen
perindustrian tidak mewajibkan
perusahaan tidak memiliki program
CSR. Hal ini merupakan  Full Anomali
(terbalik-balik). Departemen Hukum dan
HAM yang seharusnya mendukung
pengusaha karena azas kebebasan,
malah mewajibkan CSR sedangkan
Departemen Perindustrian yang
mestinya diwajibkan CSR justru
dibebaskan dari tuntutan kewajiban
CSR. Dikalangan perusahaan dan
Industri.Dalam serba ketidak pastian ini
Forum Ekonomi Dunia melalui  Global
Govermance Initiative menggelar World
Business Council For Sustainablle
Development  di New York pada tahun
2005, salahsatu deklarasi penting
disepakati bahwa CSR jadi wujud
komitmen dunia usaha untuk membantu
PBB dalam merealisasikan  Millennium
Development Goalds (MDGs). Adapun
tujuan utama MDGs adalah mengurangi
separuh kemiskinan dan kelaparan
ditahun 2015. Pantas untuk dicatat
tujuan ini jelas maha berat, mengingat
pertumbuhan dunia bisnis terus
meningkat, tetapi kemiskinan toh malah
bertambah.
Human Depelopment Report
tahun 2005 (HDR) melaporkan, 40%
penduduk dunia atau 2,5 milyar jiwa
hidup dengan upah dibawah US$
2/hari/kapita. Total upah ini nilainya
setara dengan 5% pendapatan dunia ,
setiap hari 1200 anak-anak mati karena
kelaparan. HDR mensinyalir 10% orang
terkaya di dunia menguasai 54% total
pendapatan dunia yang yang 500 orang
dari 10% terkaya itu, hartanya lebih
besar ketimbang kekayaan 416 juta
penduduk termiskin.
Untuk mengatasi kemiskinan ini
pihak perusahaan perlu menyisihkan
uang dari keuntungan yang diperoleh, Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi Corporate Social Responsibility Pada Masyarakat Indonesia
tetapi bukan dimasukan kedalam biaya
investasi yang harus ditanggung
pemerintah .
Bila dilihat masih belum jelasnya
aturan dalam pelaksanaan CSR
perusahaan menimbulkan penafsiran
sendiri, hal ini dapat dilihat dari masingmasing perusahaan yang memiliki
program CSR. Perlu diketahui program
CSR yang terpenting adalah aturan yang
mewajibkan programnya harus
berkelanjutan (sustainable). Melakukan
program CSR yang berkelanjutan akan
memberikan dampak positif dan manfaat
yang lebih besar  baik kepada
perusahaan itu sendiri berupa citra
perusahaan dan para stake holder yang
terkait. Sebagai contoh nyata dari
program CSR yang dapat dilakukan oleh
perusahaan dengan semangat
keberlanjutan antara lain pengembangan
Bio Energi, Perkebunan Rakyat, dan
pembangkit Listri tenaga air swadaya
masysrakat.
Program CSR yang
berkelanjutan diharapkan dapat
membantu menciptakan kehidupan
dimsyarakat yang lebih sejahtera dan
mandiri. Setiap kegiatan tersebut akan
melibatkan semangat sinergi dari semua
pihak secara terus menerus membangun
dan menciftakan kesejahteraan dan pada
akhirnya akan tercifta kemandirian dari
masyarakat yang terlibat dalam program
tersebut, sesuai dengan kemampuannya.
Hal ini sejalan dengan pendapat
Kingsley Davis dan Wilbert Moore,
menurut mereka bahwa didalalm
masyarakat terdapat Stratifikasi social
dimana stratifikasi social itu dibutuhkan
masyarakat demi kelangsungan hidup
yang membutuhkan berbagai jenis
pekerjaan. Tanpa adanya stratifikasi
social, masyarakat tidak akan terangsang
untuk menekuni pekerjaan-pekerjaan
sulit atau pekerjaan yang membutuhkan
proses berlajar yang lama dan mahal.
Agar masyarakat dapat memiliki modal
stimulus untuk merubah stratifikasi,
perlu ada pemberdayaan agar
masyarakat sadar dan bangkit dari
keterpurukan.
Kondisi ini dapat diatasi dengan
program yang bersipat holistik sehingga
dapat membangun tingkat kepercayaan
dalam diri masyarakat, untuk itu
didukung oleh program CSR yang
berkelanjutan (sustainable).

DAFTAR PUSTAKA
1. J.Dwi Nurwoko (2006) Sosiologi
teks pergaulan dan terapan.
Jakarta : Kencana Prenada,
Media Group.
2. http://business
enveroment.wordpress.com/2007
/03/01/program -C

original from: Chairil N. Siregar * http://fsrd.itb.ac.id/wp-content/uploads/2007/12/Chairil-3.pdf